Ramadan Bulan Penuh Takjilan


Setiap datang Ramadan saya hampir selalu berujar meski dalam hati, “nggak kerasa ya, udah puasa lagi aja.”


Sehari sebelum masuk bulan Ramadan tahun ini, saya ditanyai Sella, “Apa resolusimu di bulan puasa ini?”

Saya tertegun sejenak, berpikir, karena memang sebetulnya saya nggak punya target apa-apa selama bulan puasa. Beberapa tahun terakhir saya menargetkan buat khatam baca Alquran minimal sekali dalam sebulan. Tapi dari pengalaman tiga tahun terakhir, taraget itu mogok di tengah jalan, tahun kemarin malah di sepertiga awal jalan.

“Emm.. Nggak ada,” jawab saya, dia cuma cengar-cengir aja, hahaha.

Bukan saya menyerah buat punya target ini itu dalam ibadah di bulan puasa ini, tapi karena memang, saya tidak ingin sesumbar mau ini, mau itu, walau hanya di dalam hati. Saya ingin bulan puasa tahun ini dijalani dengan sunyi. Tidak ada keangkuhan target macem-macem. #prek

Mungkin bagi sebagian temen-temen target akan membantu menjaga semangat dalam menjalankannya, tapi bagi saya tidak, target hanyalah sekadar target, ia tidak berarti apa-apa, malah sering pekerjaan saya terhenti sebab saya ingat target-target.

Setiap kita punya cara berbeda menyikapi “target”. Bagi saya, apa yang kita kerjakan saat ini adalah lebih penting dari target itu sendiri.

Berkali-kali bakal kita dengar di mana-mana bahwa Ramadan bulan penuh ampunan. Tapi di sini saya nggak mau bahas itu, nanti takutnya jadi kultum selepas taraweh. Saya mau bahas hal yang paling saya suka ketika bulan puasa: berbuka. Hahaha.

Ramadan bulan penuh takjilan

Jika sore-sore ngabuburit ke pasar, betapa banyak penjual takjilan bertebaran di pinggir-pinggir jalan. Mulai dari kolak, goregan atau kudapan-kudapan ringan lainnya. Kalau mampir di masjid-masjid tertentu, banyak juga yang menyediakan takjilan, meski sekadar kurma dengan segelas es teh manis atau ada juga yang membagikan bubur kacang ijo.

Takjil ini sebenernya diserap dari bahasa Arab, dari akar kata‘ajjala-yu’ajjilu-ta’jilan, yang arti bebasnya: menyegerakan, bergegas. Nah, ta’jil bisa diartiin jadi menyegerakan buat berbuka, karena memang demikian anjuran Kanjeng Nabi. Ketika adzan maghrib tiba, bersegeralah untuk membatalkan puasa dengan berbuka.

Saya punya kebiasaan untuk takjilan dengan nasi sepiring beserta lauk pauknya. Bukan apa-apa, biar kaffah aja batalin puasanya. Kalau cuma sebiji-dua biji kurma atau sekadar gorengan atau apalah-apalah yang ringan, saya merasa belum menjalankan anjuran Kanjeng Nabi secara total. Begitulah kira-kira.

Sewaktu mondok dulu, seusai pengajian menjelang maghrib yang diampu Abah Yai Masruri selalu disediakan takjilan lengkap, dari mulai kurma hingga takjilan kesukaan saya: nasi atau lontong sayur. Sebab itu dulu saya jarang melewatkan pengajian ini ketika Ramadan. #KangenAbah

Makanya sampai sekarang, ketika adzan maghrib tiba, tanpa ba-bi-bu saya langsung menuju pesegan (tempat nasi) dan bertakjilria.

Nasi sepiring lengkap dengan lauk-pauknya adalah takjil favorit saya. Apa takjil favorit kamu? Bagi-bagi cerita di kotak komentar bawah ya..

 

Ini adalah tulisan pertama #1hari1post pada program #RamadhanMalhikdua.

This entry was posted in Sepercik and tagged , . Bookmark the permalink.

Leave a Reply

3 Responses to Ramadan Bulan Penuh Takjilan

  1. Shella Rizqiea says:

    Takjil favoritnya ngeri juga ya..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *