Berpuasa di Sosial Media

Selain bisa merasakan masakan Mimi (panggilan untuk Ibu saya), salah satu keistimewaan berpuasa di rumah kampung halaman adalah bisa terbebas dari hiruk-pikuk sosial media, bukan karena apa-apa, sebab di dalam rumah saya, sinyal internet susahnya minta takjil, eh ampun. Harus keluar rumah dulu buat bisa dapat akses sinyal internet lumayan.

Di era serba digital ini, bukan lagi kita yang harus susah payah cari informasi, informasi dengan bertubi-tubi mengeroyok kita dari berbagai sisi, siapa saja bisa berbagi informasi di sosial media, sehingga masalah yang muncul adalah, kadang kita kesusahan buat menyeleksi mana informasi yang benar dan mana yang bohong.

Jempol kita bisa dengan begitu mudah meneruskan informasi yang cocok menurut selera kita terutama di grup-grup wasap atau di pesbuk, perihal kebenarannya adalah soal belakangan. Bagi-bagi info atau berita tanpa mengecek kebenarannya terlebih dahulu adalah penyakit kita di hari-hari ini, dan ini harus segera kita obati dengan puasa. Bagaimana bisa?

Puasa dalam bahasa Arab adalah shaum yang secara harfiah berarti imsāk, menahan diri. Imsak ini kemudian juga diserap dalam bahasa Indonesia menjadi penanda bahwa waktu shubuh segera tiba, imsak oleh KBBI diartikan sebagai “saat dimulainya tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa, seperti makan dan minum”.

Jadi sebenarnya nilai-nilai yang terkandung dalam ibadah puasa ini adalah nilai yang universal. Tentu kita juga bisa mengaplikasikan nilai yang terkandung dalam puasa ini dalam etika kita bersosial media.

Jika puasa Ramadan adalah menahan diri dari makan, minum dan hawa nafsu kita, maka puasa di sosial media adalah menahan diri dari membagi-bagikan informasi atau berita yang belum terang betul kebenarannya. Mencegah diri kita buat bagi-bagi konten yang berisi ucapan yang kurang baik, juga bagian dari puasa di sosial media.

Saya rasa berpuasa di sosial media perlu kita latih di momen bulan Ramadan ini, sehingga kita sudah terbiasa untuk itu sepanjang tahun selepas Ramadan usai, hingga kembali bertemu kembali tahun depan. Menahan diri dari apapun memang perbuatan yang tidak gampang, akan tetapi, balasannya juga tidak tanggung-tanggung didapat, seperti balasan pahala puasa Ramadan misalnya, dijelaskan dalam berbagai sumber bahwa Allah lah yang akan membalas sendiri pahala bagi siapapun dari hambanya yang berpuasa, bisa dibilang, pahalanya tersedia tak terhingga.

Saya kok yakin ya, kalau kita berpuasa di sosial media, kalaupun tidak dijanjikan pahala, tapi ya masa sih Tuhan tega nggak ngasih balasan bagi hambanya yang dengan susah payah mengekang jempol dan jemarinya untuk tidak berbuat buruk di dunia maya yang kian hari kian lebur batasannya dengan dunia nyata ini. Ya semoga keyakinan saya jadi doa.

Apapun keyakinan kita, berpuasa di sosial media adalah sebuah kebaikan.

 


Ini adalah tulisan kedua yang dibikin dalam rangka meramaikan #1hari1post pada program #RamadanMalhikdua.

Ayo temen-temen pada #PulangKampung, kembali ngeblog di malhikdua.com, ya minimal selama Ramadan ini lah ya : )


 

This entry was posted in Sepercik and tagged , . Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *