Manusia Klakson

Saya pernah disupiri orang India keliling tiga negara, bukan.. Bukan India dari bangsa Arya yang kaya kebanyakan artis Bollywood ternama yang punya aliran darah eropa itu, tapi suku asli India dari trah Dravida, mereka rata-rata punya perawakan tinggi dan berkulit gelap. Bangsa Dravida ini yang sebetulnya punya andil besar dalam kebudayaan prasejarah India. Bahasa Dravida yang paling terkenal adalah Tamil, Kannada, dan Malayalam. Orang-orang dari bangsa Dravida kebanyakan tinggal di selatan India, sedang etnis Arya, di utara India.

Saya lupa nama bapak supir itu, dia udah lama nyupir  bus di Malaysia. Nah perjalanan saya waktu itu, sekitar tahun 2013, mengitari Malaysia, Singapura dan Thailand menggunakan bus yang disupiri bapak ini, karena waktu itu memang saya ngga sendiri, tapi rame-rame bareng rombongan temen-temen Malhikdua Explore. Bahasa ibu Pak Supir ini seinget saya bahasa Tamil, ituloh yang tulisannya sekilas mirip hanacaraka dalam bahasa Jawa. Tapi dia udah lumayan fasih bahasa Inggris, tentu saja dengan logat Tamilnya, hehe. Jadi ya lumayan bisa diajak ngobrol, waktu itu saya duduk di baris kedua setelah Pak Supir.

Yang menarik dari Pak Supir ini, kelakuannya jauh dari tampangnya yang sangar, selama nyupiri saya hampir seminggu, yang saya tangkap dari sosoknya adalah dia amat sangat penyabar. Saya bilang gitu dengan membandingkan sama lumrahnya sosok supir bus di pantura maupun pariwisata di sini, kok ya imej supir bus kita udah kadung lekat dengan ‘semau gue’ di jalanan, beda jauh sama Pak Supir ini.

Pak Supir India saya ini, sering kali ngalah kalau di jalanan, dan yang paling membuat saya terkesan adalah dalam kondisi semacet apapun, selagi ngga butuh-butuh amat, dia ngga bakal bunyiin klakson! Kita tau sendiri lah supir bus kita di sini, dikit-dikit klakson, dikit-dikit, ah sudahlah.. Sekarang bukan Cuma supir bus yang boros klakson di jalanan, mulai dari pngendara motor, mobil kecil sampe sepeda kalopun ada klaksonnya, pasti ada yang ikut-ikutan boros klakson.

Orang-orang yang boros klakson di jalanan raya apalagi di pemukiman warga, saya sebut mereka sebagai manusia klakson, haha! Sebel saya sama manusia-manusia model gitu, cukup, cukup ngedumelnya, lagi puasa :p

Hampir tiap hari saya menemui manusia klakson di jalanan Jakarta, ada yang tingkat keborosannya tidak dibarengi dengan umpatan dari mulut mereka, ada juga yang udah boros klakson, apa aja diklaksonin, udah gitu sambil ngumpat-ngumpat pula. Hadeh, pusing kalo ketemu yang macam gini.

Dalam benak saya ada etika perklaksonan, sehingga ada batasan mana yang patut diklakson dan mana yang kayanya nggak banget. Misalnya gini, ketika saya berkendara sepeda motor di jalan kecil, dan di sana ada orang-orang berdiri, sehingga jalanan tertutupi, maka, pilihan saya ada dua, mengklakson orang yang berdiri di jalan tersebut, atau saya pelankan kendaraan dan dengan mulut bilang permisi?

Tentu saja kalo saya manusia klakson yang menganggap semua hal wajib diklakson tanpa terkecuali, maka pilihan kedua tidak berlaku. Akan tetapi, jika saya mengedepankan etika sebagai pengguna jalan, tentu saja di jalan sempit itu saya bakal lebih mengutamakan permisi dengan mulut ketimbang suara bising klakson. Rasa-rasanya kok kalo nglakson orang bukan dalam keadaan darurat (seperti orang yang nyebrang di jalan raya sembarangan) kaya neriakin mereka suruh nyingkir gitu ya. Entahlah, mungkin cuma rasa-rasa saya yang berlebihan. Atau mungkin kamu pernah merasakan kondisi kek gitu juga? Bagi-bagi cerita ya..

This entry was posted in Sepercik and tagged , . Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *